Saat kecil, cita-cita saya seringkali berubah-ubah. Apa kalian juga begitu?
Pertama kali saya bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Tapi ketika teman saya bercita-cita yang sama, saya pun mengganti cita-cita saya.
Lalu saya ingin menjadi fashion designer. Saat itu saya suka sekali menggambar, gambar baju, wanita-wanita cantik, dsb. Tapi ketika sepupu saya juga ingin jadi fashion designer, saya ubah lagi cita-cita saya.
Saya kemudian ingin bekerja dalam sebuah NGO. Kalau dipikir-pikir kok waktu kecil udah tau NGO yah? Hihihi.
Lalu cita-cita itu berubah lagi untuk menjadi seorang ilmuan, berharap bisa membuat sebuah inovasi bagi masyarakat.
Dan...dua cita-cita terakhir yang pada akhirnya membuat saya bingung ketika saya lulus SMA dan harus memutuskan seperti apa hidup saya selanjutnya yaitu: Designer grafis dan Dokter (lagi).
Designer Grafis
Awalnya mengetahui profesi designer grafis ini dari ftv. Haha. Lalu saya melihatnya sebagai pekerjaan yang saya inginkan dan sepertinya cocok dengan diri saya.
Saya suka menggambar sejak kecil, sering juga mengikut berbagai perlombaan menggambar. Di SD, saya ikut ekstrakurikuler menggambar dan di kelas 6 SD dulu pernah menjuarai lomba menggambar.
Gambar saya ketika kelas 6 SD dan menjuarai juara I lomba menggambar se-SD.
Inilah hadiahnya, apresiasi pertama saya dalam menggambar kala itu.
Mungkin karena memang suka sekali menggambar makanya saya sempat punya cita-cita jadi fashion designer. Tapi gara-gara FTV itu tuh (udah lupa judulnya) jadi tertarik banget sama design product, apalagi pas SMP dulu pelajaran menggambarnya lebih ke perspektif ruang, model, benda dan product. Nah, jadilah ketika SMP dulu saya gila gambar. Saya punya satu buku gambar khusus untuk di rumah. Hahaha. Saya juga beberapa kali mengirimkan gambar design product untuk sepatu "PRECISE" (pada tau kan?) dan akhirnya sempat jadi favorit (yeay!). Hadiahnya? Satu buah sepatu baru! Hihihi.
Ketika lomba 17 Agustusan di SMP, saya juga pernah mengikuti lomba menggambar dan hasilnya....saya memenangkan juara 2 se-SMPN 2 Tangerang.
Piala pertama dan satu-satunya yang saya punya di lomba 17 Agustusan ketika SMP dulu (tahun 2006).
Sayangnya, cita-cita ini tak berjalan mulus. Pernah dulu saya dimarahi dan gak boleh menggambar lagi sama papi. Akhirnya saya gak menggambar lagi sejak saat itu. Rasanya sakit, tentu saja. Gimana rasanya kita diminta untuk berhenti dari hobby yang sangat kita suka?
Lepas SMA, saya berniat melanjutkan studi di jurusan Desain Komunikasi Visual di sebuah universitas swasta di Tangerang. Sayangnya ketika sudah mendaftar, tanpa tes karena nilai rapor memenuhi kualifikasi, dapat diskon juga karena rangking, harus saya relakan pula untuk tidak berakhir sebagai seorang designer. Alasannya kampus tersebut jauh dari rumah, sulit dijangkau kendaraan umum, biayanya mahal, software-software dan perlengkapan gambar yang mahal serta tugas anak DKV yang katanya sering lembur.
Saya penikmat seni, tidak hanya seni visual yakni menggambar. Ketika SD, selain menggambar saya juga bermain musik, kala itu masuk tim angklung sekolah. Ketika SMP, saya anggota paduan suara. Saya juga suka menulis puisi-puisi hingga sekarang, beberapa diantaranya sudah dibukukan. Ketika SMA, saya ikut tim tari tradisional di sekolah dan pentas di beberapa event. Rasanya tinggal seni pahat yang belum sempat saya cicipi. Maka, ketika saya harus merelakan jurusan DKV ini, saya berpikir bahwa saya tetap bisa melakukannya meskipun bukan sebagai profesi utama saya. I love arts.
Dokter
Cita-cita yang paling melekat bagi saya adalam menjadi dokter. Menjadi dokter bukanlah cita-cita saya pribadi tapi juga cita-cita keluarga. Kalau ketika kecil alasan ingin menjadi dokter adalah ingin menolong orang banyak, maka ketika SMA saya ingin menjadi dokter karena saya ingin berguna bagi keluarga; papi yang diabetes, nenek yang punya tekanan darah tinggi dan penyakit dalam dan adik saya yang autism.
Cita-cita ini hanya bisa dicapai jika saya masuk Perguruan Tinggi Negeri. Beberapa kali saya mengikuti jalur PMDK, jalur tes mandiri, tes UTUL UGM, tes SIMAK hingga SNMPTN. Tidak ada satupun yang tembus. :') Entah nasib atau saya yang memang kurang berusaha kala itu. Akhirnya cita-cita ini pun pupus begitu saja. Mau dapat ilmu aja kok susah ya? Bahkan 2 tahun setelah lulus pun, cita-cita ini tetap ada: FKUI. Kalau diingat-ingat perjuangan ini, sedih banget rasanya. Hehe. :')
Farmasis
Setelah gagal di berbagai tes PTN yang ngotot mau jadi dokter, akhirnya saya sempat mendaftar jurusan:
Akuntansi.
Sempat daftar dan diterima di salah satu STIE di Jakarta, lagi-lagi tanpa tes dan dapat beasiswa. Tapi lagi-lagi harus saya lepas karena saya gak minat. Ohh, maafkan tapi jujur memang saya ga tertarik untuk masuk jurusan ini. Hati kan tak dapat dibohongi ya? #eh. Tapi daftar di STIE ini sebagai cadangan daripada ga bisa langsung kuliah. Hahaha. Wahai kalian anak muda jangan seperti ini ya, saya contoh ga baik di sini. :'(
Akhirnya setelah terombang-ambing kesana-kesini, saya disarankan untuk masuk Farmasi. Awalnya mami kenal sama tetangga yang kebetulan mahasiswi Farmasi di kampus saya sekarang. Setelah beberapa kali tanya-tanya akhirnya mami sarankan saya untuk masuk Farmasi. Kebetulan mami juga pernah kerja di apotek (meskipun bukan apoteker) jadi tau sedikit hal tentang obat-obat.
Setelah melalui pertimbangan, doa dan tangisan saya memutuskan untuk mengambil jalan ini. Empat tahun sudah berlalu tapi saya masih bertanya-tanya "Apakah jalan yang saya ambil ini sudah benar?"
Meskipun begitu saya menjalani kehidupan sebagai mahaiswa farmasi dengan enjoy. Saya kembali memiliki mimpi-mimpi yang baru yang akan saya capai 5 tahun lagi. Saya ingin melanjutkan S2 saya di negeri Farmasi.
Semoga kali ini tidak lagi seperti menjalani kisah S1 dulu yang terombang-ambing.
Kelak saya ingin meraih gelar Master ataupun PhD saya di kampus ini:
Sekarang tinggalah waktu pembuktian untuk menyelesaikan S1 dan studi profesi terlebih dahulu.
Tuhan memberkati.
Bagaimana dengan cita-citamu?
Hidup hanya akan bermakna jika kita memiliki mimpi. Mimpilah yang akan membuat kita bertahan dan menjalani kehidupan dengan lebih baik. Mimpilah yang akan menentukan seberapa keras kita akan berjuang dalam hidup. Karena itu, bermimpilah!
Mungkin mimpimu sulit digapai, mungkin tak semuanya dapat tercapai. Sama sepertiku yang memiliki banyak mimpi ketika kecil. Aku mungkin tak bisa meraih semuanya. Tapi yang bisa aku lakukan adalah melakukan yang terbaik untuk mimpiku saat ini dan mimpiku di masa yang akan datang.
---
Tangerang,
Juli 2014