"Akhirnya kau datang, aku sudah lama menunggumu"
"Oh ya? Ada apa?"
"Banyak hal yang sesungguhnya harus kuceritakan, banyak hal yang membuatku sedih akhir-akhir ini"
"Itulah sebabnya mengapa aku datang"
"Wah, terima kasih. Tapi bagaimana kau tahu kalau aku sedang sedih?"
"Wajahmu, Matamu, semua memancarkan kesedihanmu"
"Hei, aku menyukaimu. Jangan pergi ya, aku tak ingin debu kering kembali dan menodai pakaianku. Meskipun kamu membasahinya, ku pikir itu lebih baik."
"Debu hilang karenaku meski sesaat, tetapi debu akan kembali kering. Aku dibutuhkan untuk mengusirnya. Tapi jujurlah, kau tak mau aku datang kan? Kau inginkan pelangi, tapi pelangi tak akan datang bila aku tak datang terlebih dahulu"
Hening.
Aku berpikir dan merenungkan apa yang dikatakan hujan. Aku terluka dan sakitnya bertambah parah ketika hujan membasahinya, tapi entah mengapa aku menikmati rasa sakit itu. Berada dibawah tetesan-tetesannya membangkitkan euforiaku, mengangkat beban pikiranku tuk sejenak, meninggalkan sejenak dunia nyataku dan bersatu dengan dunia khayalan. Hujan membawaku pada dunia baru yang berbeda dan membuatku terlena hingga akhirnya aku sadar bahwa hujan akan segera berakhir. Aku tak ingin dia pergi, tak ingin dia meninggalkanku. Aku tak ingin kembali ke dunia nyata. Tapi hujan menentangku dan dia memang benar. Selama dia bertahan, lukaku tak akan sembuh, mungkin semakin memburuk, hujan memang harus pergi kemudian pelangi datanglah.
Pelangi? Siapa lagi dia? Pelangi, dia punya banyak warna, dia yang mewarnai kehidupanmu setelah hujan dan kegelapan melingkupi hidupmu. Pelangi, bagaimana aku mengundangnya? Terimalah hujan dengan lapang dada, ikhlaskanlah kepergian hujan dan tersenyumlah, lihatlah pelangi seketika itu datang dan bersemayam dibibirmu.
*****
0 komentar:
Posting Komentar