“Pokoknya gue mau married
cepet-cepet deh, nikah muda kayaknya lebih happy daripada harus pusing-pusing
mikirin kuliah”
“Hahaha. Serius kamu mau
married? Sama siapa?”
“Hush, gue sih emang ga punya
pacar sekarang, belum punya. Tapi kalau calon suami sih ada.”
Nita menjelaskan dengan penuh
rahasia dan dengan gayanya yang centil. Sambil mengibaskan rambutnya ia kembali
berkata:
“Pokoknya gue udah capek
kuliah terus, Sis. Coba deh bayangin, kita kuliah pagi-pagi, praktikum dari
senin sampai jum’at, tugas menumpuk dan laporan menggunung. Gue lihat orang-orang
yang pada nikah muda kok semuanya bahagia ya, bisa bangun siang, jalan-jalan ke
mall, shopping, hang out, ga kayak kita. Seandainya gue ga masuk farmasi,
mungkin hidup gue ga akan sesusah ini kali ya.”
“Ga ada hidup yang mudah, Nit”
pikirku dalam hati, aku pun bertanya:
“Trus kamu mau apa toh nit?”
“Nikah. Married.”
“Hahaha. Sudahlah nit, jangan
bercanda, kuliah aja dulu yang bener baru pikirin nikah, wong pacar aja belum
punya toh.”
Tanpa dijawabnya, Nita hanya
tersenyum. Hari-hari berikutnya aku tak melihatnya di kampus. Entah kemana
perginya Nita, mungkin saja bolos karena sudah tak tahan akan padatnya jadwal
kuliah kami. Gadis 20 tahun itu memang seorang yang periang dan mudah bergaul,
jadi wajar saja kalau dia tak tahan dengan sistem kuliah untuk para kutu buku
seperti mahasiswa-mahasiswa lain difakultasku.
“Doorrrrrr!”
“Nita, bikin aku jantungan aja
kamu!”
“Hahaha, maaf ya Sis, aku Cuma
mau kasih ini, datang ya Sis.”
Belum sempat aku menjawabnya,
Nita sudah hilang kembali. Kulihat pemberiaanya, tertulis inisial A dan N. Aku
buka dan kulihat tertera nama Andhika Putra Pratama dan Nita Soraya Paraswati.
Sebuah undangan, dengan nama Nita dan kekasihku didalamnya.