Yeay! It's September 1st. Sudah menunggu bulan ini karena ada 2 hal yang dikerjakan mulai hari ini, yaitu:
1. Tantangan 30 hari nge-blog (yang ini iseng-iseng, efek ketidak konsistenan menulis di tahun ini)
2. Mulai belajar persiapan untuk TOEFL Prediction Test (ini serius, testnya bulan Februari dan meskipun judulnya cuma "Prediction",
everything should be perfect lah ya. :))
Here is the challenge:
Jadi marilah segera memulai tantangan hari pertama: Menceritakan tentang diri sendiri. Well, seperti yang dapat pada halaman Writer di blog saya ini sudah ada profil saya yang cukup jelas. Kalau masih belum jelas, silakan buka halaman Contact terus buka link Linkedin saya, profile lengkap beserta portofolio tersedia. Hahaha. Oke, ini sebenarnya mulai 'ngawur' baiklah kita mulai saja dengan tantangan yang sesungguhnya:
Di saat santai bersama teman-teman kala itu, seorang teman saya bertanya demikian:
"Sis, impian lo mau ke Jeman yah?"
Tanpa ingin membesar-besarkan mimpi itu, saya hanya menjawab 'iya'. Saya tidak ingin terkesan sombong dengan mimpi itu. Tentunya bukanlah hal yang salah bila seseorang memiliki mimpi, kan? Namun tentunya saya tidak ingin merasakan sakitnya terjatuh bila suatu hari nanti impian saya tidak dapat terwujud. Setidaknya, saya hanya akan menghadapi penolakan. Lain halnya bila mimpi itu saya besar-besarkan hingga ketika saya gagal, maka semua orang akan mencibir saya. Penderitaan saya tentunya bertambah: Selain kecewa karena penolakan, tentunya merasa sakit karena mendapat cibiran.
Oh ya, sebelum tulisan ini dilanjutkan, mohon ingatkan saya bila tulisan saya mulai keluar dari topik. Kembali ke masalah tersebut, kemudian pembicaraan kami beralih kepada masa depan dan melanjutkan pendidikan. Ya, memang keinginan saya untuk pergi ke Jerman adalah untuk melanjutkan pendidikan di sana. Ketika salah seorang teman saya yang lainnya menimpali:
"Buat apa lagi kuliah kalau tujuan sudah dicapai?"
Yang lainnya:
"Ketika seseorang semakin bertambah usia, maka standar dari goals yang ingin dicapainya akan berkurang dengan sendirinya."
Kedua kalimat ini tentunya membuat saya berpikir. Namun toh, dasar saya wong ambisius begini mau dibilang gimana juga tetap akan ngotot dengan mimpi tesebut. Untunglah salah satu pendapat lainnya keluar:
"Setidaknya, kalau memiliki mimpi yang tinggi, usaha yang akan kita lakukan juga makin tinggi. Dengan begitu, meskipun goals utama tidak tercapai, pasti kita akan mendapatkan goals yang mendekati goals utama tersebut."
Dengan kata lain, jika saya ingin melanjutkan studi di Jerman dan gagal. Mungkin dengan usaha yang telah saya lakukan, saya akan tetap bisa melanjutkan studi di luar negeri, meskipun bukan di Jerman. Salah satu pengalaman saya terkait hal ini adalah ketika mengubur mimpi untuk menjadi seorang dokter. Kalau anak-anak ditanya mengenai cita-cita mereka ketika sudah besar, banyak yang akan menjawab ingin menjadi dokter, guru, pilot, insinyur, polisi, dan sebagainya. Namun seiring bertambah luasnya wawasan bahwa bidang pekerjaan itu luas, maka tidak sedikit dari mereka yang beralih dari cita-cita semasa kanak-kanak.
Saya termasuk orang yang memelihara cita-cita itu dengan baik, bahkan ketika saya sudah kuliah hingga di semester 3. Cita-cita menjadi dokter sudah saya inginkan sejak TK, dan keinginan itu pun didukung (lebih tepatnya diarahkan) oleh Papa. Namun nasib berkata lain, tapi toh sekarang saya adalah Calon Apoteker. Sebuah profesi yang serumpun dengan ilmu kedokteran. Mungkin itulah yang tadi dikatakan teman saya, bahwa jikalau gagal pun kegagalan itu akan tetap manis.
Ambisius? Sangat! Menjadi orang yang sangat ambisius terkadang menyusahkan diri sendiri. Dalam hal saya, jika ada hal (lebih sering terkait kegiatan/aktivitas) yang saya inginkan tapi ada halangan untuk berpartisipasi, wah bisa-bisa susah tidur. Entahlah sifat ambisius ini murni karakter atau benarkah nasib. Berdasarkan shio dan zodiak, percaya atau tidak percaya, baiklah kita lihat dari sisi keilmuannya saja: Saya bershio Kambing dan zodiak saya adalah Capricorn. Dari beberapa sumber bacaan kerap kali menuliskan bahwa orang bershio Kambing adalah orang yang keras kepala. Orang yang berzodiak Capricorn adalah orang yang ambisius. Yah, istilahnya kera kepalanya kuadrat. Hahaha. Jika kalian yang membaca tulisan ini pernah mengenal saya, bagaimana menurutmu? ;)
Ah ya, mungkin saya sebaiknya memulai tulisan ini dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Meskipun profile saya sudah tersedia di blog ini, entah mengapa dengan topik ini rasanya kurang afdhol tanpa memperkenalkan diri.
Panggil saja saya Sisca. Saya hanyalah seorang mahasiswa farmasi tingkat akhir yang sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta di Jakarta. Jika ini adalah tulisan pertama yang kamu baca di blog saya, maka saya sarankan kamu membaca halaman Writer, setelah kamu membaca tulisan ini. Saya juga seorang
daily online worker yang bekerja di salah satu publishing di Indonesia. Tunggu! Saya yakin kalian pasti ingin bertanya Bagaimana bisa seorang mahasiswa farmasi kuliah sambil bekerja? Hahaha. Salah satu hal yang penting adalah Time Management! Di samping mahasiswa dan pekerja, saya juga masih menjalankan hobby menulis serta hobby terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi. Menarik kan? B-)
Jika melihat apa yang sudah saya lakukan selama ini, saya cukup puas dan bersyukur. Tapi, jika melihat pada apa yang terkadang orang lain lakukan, orang-orang hebat yang ada disekitar saya, saya iri. Rasanya kok saya belum bisa seperti mereka ya, sukses. Setidaknya, saya bersyukur saya menyadari bahwa saya dikelilingi oleh orang-orang hebat seperti mereka. Saya hanya perlu menjadikan mereka motivasi dan sumber-sumber ambisi saya yang lainnya.
Everything must be perfect! Yap, perfeksionis. Lagi-lagi terkadang sifat yang satu ini jadi penolong sekaligus boomerang bagi saya sendiri.
I know you know what I mean.
Terakhir, saya adalah orang yang bebas. Bebas melakukan apa yang saya inginkan, saya tak suka adanya larangan dan hambatan. Lagi: Semuanya harus berjalan semulus dan sesempurna mungkin. Tapi, bukan hidup namanya kalau tidak ada hambatan. Setuju?
Tolong garisbawahi makna kata Kebebasan dalam kamus pribadi saya ini:
Bebas Bertanggung Jawab.
Jika sudah mengerti, baiklah kita lanjutkan. Saya ingin bebas mengikuti setiap kegiatan dan aktivitas yang saya inginkan dan, hambatan terbesar saya dalam hal ini adalah: Orangtua.
Saya mulai aktif mengikuti berbagai kegiatan sejak SMP: mengikuti paduan suara, menjadi petugas upacara bendera, mengikuti Pusakris. Hobby ini berlanjut ketika SMA: Saya bahkan pernah mengikuti semua Club di SMA, baik itu Matematika Club, Kimia Club, Biologi Club, Fisika Club, English Club, masih aktif di Pusakris, pernah ikut Tim Kompas MuDA, jadi tim tari tradisional di sekolah, ikut lomba/olimpiade dan beberapa pentas tari, dan yang paling menyita waktu dan tenaga saya adalah aktif di MPK (Musyawarah Perwakilan Kelas), sebuah kelembagaan yang mengawasi segala kegiatan OSIS.
Dan dari semua kegiatan tersebut, sebagian besar saya lakukan TANPA ijin orangtua.
Please, ini bukan contoh yang baik dan tidak perlu ditiru. Bahkan sudah pernah 2 kali hampir diusir dari rumah, disuruh tinggal di gereja. Toh, saya tidak kapok. Ada yang aneh? Ya, saya aneh. Memang.
Memasuki masa-masa kuliah, saya memutuskan untuk tidak terlibat dalam kegiatan kampus. Oke, jujur saja awalnya saya tertarik ikut Senat/ BEM. Tapi setelah saya amati, kok tidak sejalan dengan organisasi yang sesungguhnya yah. Maka saya putuskan untuk tidak terlibat. Tapi toh bukan berarti saya tidak mengambil kegiatan lain. Saya malah terlibat dalam kegiatan yang lebih besar, skala nasional, yaitu: Kompas Muda. Sudah sejak SMA ingin gabung di Kompas Muda ini, namun baru berjodoh dengan Kompas Muda di tahun 2010, ketika saya sudah kuliah. Di Kompas Muda ini, saya bahkan belajar mengorganisasi acara-acara yang diselenggarakan Kompas dan bersifat Nasional. Hebat? Keren? Ternyata bagi teman-teman di kampus saya, hal ini biasa-biasa saja. Yah, baiklah. Kehidupan farmasi memang sarat dengan tugas-tugas, terlebih lagi laporan praktikum dan beban kuliah yang tampaknya berat.
Ternyata di samping Kompas Muda, saya terlibat lagi di kegiatan olimpiade, menjadi panitia Kunjungan Industri, dan yang paling gak nyambung adalah ikut MUN alias Model United Nations. Well, kalau kamu mau tahu apa itu MUN,
please googling. Saya juga pernah posting beberapa pengalaman saya mengikuti MUN. Kenapa ga nyambung? Secara, jurusan saya Farmasi lah wong saya malah ikut MUN yang notabene pesertanya sebagian besar adalah mahaiswa hukum dan hubungan internasional yang memiliki kemampuan ekstra dalam debat dan berbahasa Inggris. Oke, anggaplah ini saya 'tercebur', tapi prinsip saya semua yang dilakukan tidak boleh setengah-setengah, jadilah MUN ini kegiatan utama di kampus.
Kembali lagi ke makna Kebebasan versi saya. Sejak kuliah, orangtua memang tidak terlalu melarang saya dalam mengikuti kegiatan apapun, namun saya tetap berpegang bahwa kebebasan yang saya peroleh adalah hasil dari pembuktian diri saya kepada orangtua saya sejak SMP hingga SMA, sehingga kebebasan ini adalah kepercayaan dari mereka. Jadi, menyalahgunakan kebebasan yang diberikan sama saja menghapus kepercayaan. Berusahalah bertanggungjawab dengan kebebasan yang kamu peroleh.
Regards,
@ichbinsisca